Apakah Jabatan Itu Nikmat Atau Amanat?

"Kalian akan rakus terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan di hari kiyamat. Ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan" (HR. Bukhari)

Entah kenapa akhir-akhir ini terbersit di hati untuk berbicara tentang jabatan. Mungkin ini saya anggap sebagai perisai diri pribadi jika suatu hari sebelum atau setelah nama diri yang singkat ini tersemat aneka jabatan. (bukan menghayal, hanya muhasabah saja) karena diri ini bukan tipe orang gila jabatan, hehehe.

Mungkin anda juga teringat pesan mulia
حاسبوا قبل أن تحاسبوا
Hisablah diri anda sebelum benar-benar dihisab.

Bahkan menghisab diri (intronspeksi diri) mestinya dilakukan setiap saat. Agendakan dalam jadwal harian anda untuk muhasabah. Mungkin bisa anda lakukan di penghujung hari, yaitu menjelang larut malam sebelum tidur. atau juga bisa setelah shalat tahajjud tergantung kebiasaan anda. Pokoknya agendakan saja muhasabah ini.

Banyak hal yang mesti kita introspeksi diri sesuai dengan peta peran yang anda miliki. Apakah anda sebagai ibu, bapak, anak, guru, siswa, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Pencapaian anda baik kemajuan maupun kemunduran mestinya diintrospeksi sebagai bahan evaluasi diri anda. Sehingga besok bisa lebih baik dari sekarang.

Diantara sekian banyak peta peran yang dimiliki anda, ada yang namanya jabatan yang tersemat dalam nama anda. Baik jabatan formal seperti pimpinan lembaga/instansi ataupun jabatan nonformal seperti menjadi orang yang ditokohkan di masyarakat.

Bagaimana anda menyikapi jabatan yang menempel di pundak anda merupakan hal penting untuk dimuhasabahi. Apakah anda menganggap jabatan sebagai nikmat atau diletakkan sebagai amanat. Dan ini perlu kejujuran anda masing-masing. Tanpa terjebak dengan lipstik (pencitraan diri anda di depan masyarakat). Karena risalah ini untuk konsumsi setiap pribadi anda.

Orang yang menganggap jabatan sebagai nikmat biasanya dia menyikapinya dengan bersyukur. Karena mungkin dia sudah sangat faham bahwa kalau disyukuri, nikmat itu akan bertambah kualitas dan kuantitasnya juga. Ini sesuai dengan firman Allah:
لئن شكرتم لأزيدنكم...

Dalam hal ini orang seperti ini sangat mulia. Karena dia bersikap sesuai dengan aturan agama.

Namun bagaimana prosedur syukur, biasanya menyisakan permasalahan yang tidak sedikit. Dan tidak kalah penting, kepada siapa dia harus bersyukur pun kadang menjadi problem yang menggelitik hati.

Maksudnya bagaimana? Tidak sedikit orang yang salah kaprah dalam mengimplementasikan rasa syukurnya. Mereka mengira bahwa jabatan yang dimilikinya merupakan pemberian atasan. Efeknya  apapun yang diintruksikan atasannya, walaupun bersebrangan dengan hati nurani dia akan menurutinya. Jadinya, tumbuh subur mental ABS (Asal Bapak Senang) 

Kenapa? Tiada lain demi mempertaruhkan jabatannya agar tetap langgeng dalam dirinya. Ini yang dimaksud salah kaprah dalam bersyukur.

Berbeda dengan orang yang menganggap jabatan hanya sebagai amanat. Maka dia tak ubahnya seperti tukang parkir yang dipercaya menjaga kendaraan di ruang parkirnya. sang tukang parkir biasanya sekuat tenaga menjaga titipan (amanat) agar aman dari aneka gangguan. Dan orang yang menitipkan kendaraan pun nyaman beraktiviatas.

Lalu ketika si empunya mengambil amanatnya maka dia pun berikan dengan sukarela. Karena dia sadar bahwa dirinya tidak berhak mengakui titipan itu sebagai miliknya. Namanya juga titipan ya suatu hari harus diberikan kepada yang memilikinya. Rasa memiliki berbeda dengan benar-benar memilikinya. Jadi yang ada dalam diri tukang parkir hanyalah rasa memiliki yang berdimensi merawat, menjaga, memelihara agar titipan itu selamat, sehat, tetap baik hingga pada waktunya diambil si pemilik.

Intinya, semua yang tersemat dalam diri kita pada hakikatnya adalah amanat dari Allah Swt. entah itu harta, jabatan, ilmu dan sebagainya. Maka pergunakan amanat itu dengan sebaik-bainya. Jangan terlalu keenakkan dalam menikmati amanat hingga lupa bersyukur dengan prosedur yang benar. Dan jangan coba-coba menyiasati dengan siasat keji agar amanat yang anda emban bisa abadi.

Ingat di dunia ini tak ada yang abadi. Dan faktanya hidup ini hanya pengembaraan sesaat. Besok anda akan dimintai pertanggung jawabannya.

Kemudian, Anda memilih jabatan sebagai nikmat atau amanat itu hak Anda. Saya tidak berhak menggurui Anda. Jika jabatan dianggap nikmat, maka jadilah 'abdan syakuro, hamba yang pandai bersyukur sesuai prosedur syukur. Dan jika jabatan tersebut dimaknai sebagai amanat maka jangan sampai menjadi orang yang mengkhianat.

Siapkah anda dihadapkan dengan Allah Swt Alhakim sejatinya hakim yang maha adil kelak?

Previous
Next Post »