Bagaimana Memberdayakan Anak Anda Dengan Terapi Kata-kata

Bismillahirrahmanirrahim...

Semangat pagi, semoga keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan senantiasa membersamai Anda, amin.

Izinkan saya menyampaikan sebuah cerita dari kisah nyata yang benar-benar terjadi. Mudah-mudahan kita bisa mengambil pelajaran berharga untuk menerapi kehidupan kita agar lebih baik dari sebelumnya.

Tanpa panjang lebar muqaddimah, alkisah di kampung paling ujung sebuah desa ada pasangan suami istri yang baru memiliki seorang anak lelaki. Mata pencaharian keduanya adalah buruh tani. Kelahiran sang anak sebenarnya sangat dirindukan. Namun anehnya, sikap sang ibu sangat kasar kepada anaknya.

Anaknya sering dibentak-bentak dengan sumpah serapah, digoblog-goblog, dan kata-kata makian lainnya. Padahal kalau dilihat, kenakalan anak seumuran itu merupakan hal wajar. Memang usia seperti itu sedang nakal-nakalnya. Lagi rewel-rewelnya.

Tanpa mereka sadari, lambat laun ada yang aneh dalam perkembangan anaknya. Diantaranya alat pendengarannya tidak berfungsi sempurna. Maka jadilah anaknya tuna rungu. Kalau jalur THT terganggu maka otomatis kemampuan renponsif otak pun melemah.

Sekarang anaknya sudah dewasa. Tinggal sang ibu menyesali perbuatan kasarnya terhadap anak. Dia mungkin khilap bahwa kata-kata adalah do’a. 

Namun demikian, alhamdulillah sang anak masih bisa hidup dan mencari penghidupan di perantauan kota Jakarta. Siapa mengira, anak yang kondisinya seperti itu masih bisa berbakti kepada orang tuanya dan rutin mengirimkan bekal untuk biaya sekolah adik-adiknya di kampung. Subhanallah

Alhamdulillah Allah masih menjaga sang anak hingga menjadi anak sholeh, berbakti kepada orang tuanya. Lebih dari itu sang anak pun berkontribusi dalam bidang ekonomi keluarga. Apalagi kalau kondisinya normal. Mungkin bisa lebih dari itu pencapaiannya. Tetapi wallahu ‘alam, karena setiap kejadian pasti ada hikmahnya.

Pelajaran yang berharga dari kisah nyata tersebut adalah kita harus hati-hati dalam berkata. Karena kata-kata itu bagai senjata. Siapa yang menggunakannya dan bagaimana cara menggunakannya itu akan mempengaruhi terhadap akibat dari kata-kata tersebut. Sedangkan kata-kata kalau sudah tanggung terlontar dari lisan, maka bagai busur panah yang sudah melesat dari gondewanya menuju sasaran tanpa bisa dicegah lagi.

Tidak mengherankan apabila agama mengajarkan kepada kita:
سلامة الإنسان في حفظ اللسان
Bahwa keselamatan manusia tergantung sejauh mana dia bisa menjaga lisannya.

Orang yang bisa menjaga lisannya dengan baik, dia tidak akan sembarangan berkata. Setiap ucap ditakar sebelum keluar. Setiap tutur diukur sebelum meluncur. Dia tidak mau hanya gara-gara kata terucap banyak orang yang tersakiti.

Apalagi sebagai orang tua yang menyayangi anaknya. Jika pun sikap kekanak-kanakan mereka muncul, maka kita harus mencari formula cerdas untuk menjinakkan mereka tanpa menyakiti apalagi menyumpah serapahi darah daging kita. Termasuk di dalamnya anak didik kita di sekolah/madrasah.

Seorang anak bersikap negatif biasanya hanya meniru sikap negatif orang dewasa. Baik Anda sendiri sebagai orang tua, paman atau saudara, maupun teman sepermainan yang dituakannya. Sehingga sikap bijak sebagai orang tua di sini sangat dibutuhkan. 

Lalu bagaimana menumbuhkan sikap bijak itu dalam diri kita?

Pertama, hendaknya kita menginternalisasi, memahami secara mendalam nilai-nilai ajaran agama. Nilai-nilai ajaran agama sebenarnya sudah cukup luasa dan banyak. Hanya saja, kita belum sempat atau belum menyempatkan diri untuk mengasahnya.

Kedua, hendaknya kita mempelajari ilmu tentang parenting. Terutama parenting di zaman digital seperti ini. Kita bisa belajar kepada mereka yang sukses mendidik anak di zaman millenial ini. 

Dalam sebuah tayangan televisi pernah disiarkan profil seorang ibu sibuk sebagai anggota legislatif, namun berhasil membentuk 10 anaknya hafidz quran. Soleh dan solehah. Dan kisah lainnya yang bisa anda temukan sendiri.

Ketiga, doa. Doakan anak-anak mereka secara khusus. Ada seorang teman yang saya lihat begitu cerdas dan tentunya soleh. Bagi kami mempelajari sebuah mata kuliah tertentu itu cukup menguras otak, tapi bagi dirinya seperti mudah begitu saja. 

Alhasil, ada teman saya yang lain iseng-iseng meneliti keluarganya. Ternyata ibu anak tersebut tiap malam tidak pernah meninggalkan tahajjud dan beliau selalu khusyu’ bermunajat mendo’akan anaknya agar hidupnya sukses.

Keempat, hendaknya kita selalu melakukan terapi berpikir positif. Apa yang keluar dari lisan seseorang secara spontan biasanya merupakan gambaran dari pikirannya. Kalau yang keluar adalah hal positif, maka bisa jadi pikirannya pun selalu positif. Begitu juga sebaliknya.

Dan kalau seseorang sudah terbiasa berpikir positif, maka tekad ucapan dan perbuatannya selalu positif. Sikap positif inilah salah satu faktor pengundang rezeki. Magnet rezeki. 

Sebagai contoh apa yang terjadi pada Syekh Abdurrahman Assudais, imam masjidil haram makah.

Dalam sebuah surat kabar nasional kita, sang imam sendiri bercerita tentang kisah hidupnya semasa kanak-kanak. Siapa yang mengira kalau imam yang alim dan sholeh ini ketika kecil termasuk anak yang nakal. Sering menjengkelkan orang tuanya. 

Menurut beliau ketika masa kanak-kanak keluarganya akan kedatangan tamu agung. Sedangkan tamu harus dihormati sebaik-baiknya. Nah untuk menghormati tamu, ibunya sudah menyiapkan makanan yang enak-enak dan istimewa. Setelah selesali masak, makanan itu disajikan sedemikian rupa.

Akan tetapi, belum juga tamu menyantap makanan, tiba-tiba Sudais kecil datang sambil berlari. Secara spontan, sang anak tersebut mengelilingi hidangan sambil menaburinya dengan pasir. Sontak ibunya menjerit histeris dan marah. 

Namun apa ucapan yang keluar dari lisan sang ibu dengan penuh emosi tersebut?

Sungguh di luar dugaan kita. Saya terutama. Ucapan kemarahan sang ibu Imam Masjidil haram tersebut berbunyi, “Sudais...., nanti kalau sudah besar jadilah kamu Imam masjidil haram...!!!”

Dan ucapan sang ibu pun jadi kenyataan. Sekarang anak kecil nakal tersebut menjadi imam besar masjidil haram yang terkenal sholeh, alim, dan suara khas bacaan Al-quran nya yang sangat merdu.

Kesimpulannya, hati-hatilah dengan kata-kata. Jadikan kata-kata Anda sebagai terapi yang dapat mengobati, mantra yang dapat memberdayakan, dan do’a positif yang dapat memulyakan. Bicara lah yang baik-baik, kalau tidak bisa, lebih baik diam. 

("Kata-katamu adalah senjata". Robani.)

Terima kasih Anda telah sudi membaca tulisan ini. Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi Anda dan kita semua. Amin.


Previous
Next Post »